Biacara
tentang Kebudayaan Bali memang tidak ada habis-habisnya untuk dikupas. Bali
banyak sekali menyimpan tradisi-tradisi yang unik baik yang bernilai religious
maupun yang propan. Salah satunya yaitu tari-tariannya, yang bisa dibilang
paling banyak
Di
salah satu daerah di Kabupaten Karangasem terdapat suatu desa yang memiliki
suatu tradisi yang unik. Tepatnya di desa Ngis ,Kecamatan Manggis. Tradisi
tersebut tidak lain adalah Tari Mabuang
yang hanya ada di desa tersebut saja. Tradisi mabuang di desa Ngis ini memang banyak menyimpan teka-teki. Menurut
narasumber dari desa Ngis sendiri yakni I Wayan Witharaga yang merupakan salah
satu tetua desa yang bergelar Kubayan lebih
sering disebut Jero Kubayan, Mabuang merupakan sebuah tarian yang
bernilai sakral atau religious. Bagi masyarakat desa Ngis ,tari ini merupakan
tarian yang sangat unik dan memiliki banyak makna didalamnya.
Jika
diamati lebih lanjut ,memang banyak sekali keunikan-keunikan dari tarian ini
,seperti cara menari dan peserta penarinya, yang lain dari tari-tari pada
umumnya. Berbeda dengan tari pada umumnya yang ditarikan oleh beberapa orang ,
dalam tari Mabuang jumlah penarinya
lebih dari seratus orang akan tetapi tidak sembarang orang yang dapat ikut
menari. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat ikut dalam tarian ini. Lebih
jelasnya tari ini hanya dilakukan oleh orang laki-laki. Bukan sembarang
laki-laki yang dapat ikut menari melainkan hanya Krama Ngarep ,Pemaksan, Pauman ,dan Seka Truna saja.
Apa
yang dimaksud Krama Ngarep ,disini
dijelaskan bahwa Krama Ngarep adalah
orang-orang yang berasal dari keturunan dari leluhur yang dahulunya merupakan
orang-orang yang pertama menduduki desa tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
Krama Ngarep ini merupakan orang-orang yang mendapat bagian tanah dari desa
yang dalam ketentuan adatnya wajib bagi orang tersebut untuk ngayah ,mewakili
anggota keluarga yang memiliki bagian tanah desa tersebut. Selanjutnya yang
disebut Pemaksan disini adalah anggota masyarakat yang dahulunya ditunjuk untuk
mewakili desa untuk ngayah atau
mengerjakan sesuatu ,oleh raja pada masa kerajaan dahulu. Sering sekali hal ini
disamakan dengan Krama desa ,namun disini berbeda. Akan tetapi sebagian besar
anggota Pemaksan tersebut merupakan anggota dari para Krama desa namun tidak seluruhnya. Sekaa truna adalah anggota pemuda dari golongan laki-laki yang
berasal dari keluarga masyarakat penduduk asli desa tersebut. Bagi para Krama, disini wajib memiliki seorang truna atau pemuda yang nantinya akan
meneruskan kewajiban dari leluhurnya
.
Kembali pada tari Mabuang , yang selanjutnya cara menarinya
yang sangat berbeda dengan tari lainnya yaitu, dengan cara berbaris dan
berjalan melingkar ke kiri di natah/natar
Bale Agung. Dengan urutan mulai dari penglingsir
atau Tetua desa, diikuti Krama,
Pemaksan, dan yang terakhir Sekaa
Truna. Jika dilihat secara secara sepintas memang agak aneh ,seperti
anak-anak bermain ular naga panjang. Akan tetapi jika dilihat dari atas atau
digambarkan dalam garis hal ini sangat luar biasa dan mengandung makna
filosofis yang tinggi yaitu terlihat seperti Pusaran Air /Pusaran Angin. Jika digambarkan akan terlihat seperti
Ular melingkar atau jika dihubungkan dengan kepercayaan lain, terlihat seperti
symbol Kundalini ,yaitu Cakra dasar
dari manusia yang memberikan energy kehidupan.
Prosesi
gerakan tari ini pun juga berbeda yaitu dengan berjalan sambil menaikkan tangan
dan kaki secara bergantian antara kanan dan kiri atau dalam istilah Bali
disebut nengkleng. Misalnya, pertama
tangan kanan dan kaki kanan ,maka selanjutnya adalah tangan kri dan kaki kiri.
Saat mengangkat tangan ni, posisi tangan juga diputar perlahan kearah kiri,
begitu pula pada tangan yang satunya yang dibawah.
Tarian
ini dalam versi lain juga pernah disebutkan dalam penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan oleh orang-orang luar maupun dalam negeri, yaitu ada di Desa
Tenganan. Akan tetapi persepsi tersebut sedikit keliru. Memang tari ini juga
ditarikan di Desa Tenganan akan tetapi penarinya adalah dari Desa Ngis. Proses
pelaksanaannya yaitu saat Ngusaba Sambah atau saat akan dilakukan upacara
Mageret Pandan. Yaitu pada dini hari/tengah malam sebelum prosesi mebat atau menggarap olahan daging
kerbau sebagai sajian upacara dilakukan.
Disini
akan ada dua utusan dari desa Ngis yang disebut saya atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan seperti piket. Dari
dua orang ini ,salah satunya akan menarikan tari Mabuang di natar Bale
Agung disana, dan yang satunya lagi Mamusti/Meditasi/Berdoa
di Bale Agung.
Konon
dikatakan oleh tetua-tetua dahulu, jika tidak ada utusan dari Ngis, maka
upacara tersebut tidak akan berlangsung lancar, atau dengan kata lain belum
dianggap selesai. Dikatakan seperti itulah perjanjiannya ,sehingga ada kaitan
yang erat antara desa Tenganan dengan desa Ngis, akan tetapi hal tersebut
sering dilupakan baik dari kedua pihak maupun salah satunya. Dijelaskan pula
bahwa Kerbau di desa tenganan dahulunya adalah milik Leluhur Ngis, akan tetapi
suatu saat pernah di Gadai ke desa Tenganan, sehingga sekarang Banten/saji
upacara untuk menangkap kerbau tersebut dibuat di desa Ngis.
Tarian
Mabuang ini mengandung makna
filosofis yang begitu dalam dan berkaitan erat dengan berbagai kepercayaan tua
diseluruh Indonesia. Makna tersebut antara lain :
a. Penari
laki-laki merupakan symbol dari kekuatan purusha atau energy alam yang selalu
bergerak menuju pusat. Hal ini bermakna bahwa segala yang terlahir kedunia
memiliki kekuatan untuk hidup dan menentukan kehidupannya.
b. Penari
yang berbaris merupakan symbol dari keterikatan antara satu dengan yang lainya
dan selalu sama tidak ada perbedaan ,karena semua yang terlahir adalah sama dan
selalu berurutan.
c. Proses
menari yang berjalan melingkar menuju arah kiri ,ini menunjukkan bahwa
perputaran energy kehidupan akan selalu menuju ke pusat bumi. Seperti halnya
putaran air, jika semakin surut ia akan berputar ke kiri ,bisa dibuktkan dengan
cara melubangi ember pada bagian bawah, dan diisi air, semakin habis maka
airnya akan berputar kearah kiri. Hal ini juga berkaitan dengan symbol
pembukaan, yaitu membuka energy kehidupan yang baru, seperti halnya manusia
,yang tua akan berganti yang muda dan begitu seterusnya. Sama seperti ketika
kita membuka tutup botol atau memutar baut, untuk membuka pasti akan diputar
kearah kiri.
d. Gerakan
tari dengan mengangkat tangan dan kaki secara bergantian kanan dan kiri,
merupan symbol daripada Rwa Bhineda ,
dua hal yang selalu ada dalam kehidupan ini, yang saling berbeda namun saling
berkaitan, mereka dua namun satu, mereka terpisah akan tetapi juga menyatu,
berbeda namun saling melengkapi, dan masih banyak lagi yang memang
membingungkan untuk mengertikan dua hal ini akan tetapi mengandung makna yang
sangat dalam dan luar biasa.
Demikian
sekilas info tentang salah satu tari unik dari Desa Ngis, Kecamatan Manggis,
Kabupaten Karangasem. berikut gambar-gambar para penari Abuang ini
Pemaksan
Krama
Truna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar