Tampilkan postingan dengan label brita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label brita. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Januari 2017

Tarian Unik di Desa Ngis


Biacara tentang Kebudayaan Bali memang tidak ada habis-habisnya untuk dikupas. Bali banyak sekali menyimpan tradisi-tradisi yang unik baik yang bernilai religious maupun yang propan. Salah satunya yaitu tari-tariannya, yang bisa dibilang paling banyak
Di salah satu daerah di Kabupaten Karangasem terdapat suatu desa yang memiliki suatu tradisi yang unik. Tepatnya di desa Ngis ,Kecamatan Manggis. Tradisi tersebut tidak lain adalah Tari Mabuang yang hanya ada di desa tersebut saja. Tradisi mabuang di desa Ngis ini memang banyak menyimpan teka-teki. Menurut narasumber dari desa Ngis sendiri yakni I Wayan Witharaga yang merupakan salah satu tetua desa yang bergelar Kubayan lebih sering disebut Jero Kubayan, Mabuang merupakan sebuah tarian yang bernilai sakral atau religious. Bagi masyarakat desa Ngis ,tari ini merupakan tarian yang sangat unik dan memiliki banyak makna didalamnya.
Jika diamati lebih lanjut ,memang banyak sekali keunikan-keunikan dari tarian ini ,seperti cara menari dan peserta penarinya, yang lain dari tari-tari pada umumnya. Berbeda dengan tari pada umumnya yang ditarikan oleh beberapa orang , dalam tari Mabuang jumlah penarinya lebih dari seratus orang akan tetapi tidak sembarang orang yang dapat ikut menari. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat ikut dalam tarian ini. Lebih jelasnya tari ini hanya dilakukan oleh orang laki-laki. Bukan sembarang laki-laki yang dapat ikut menari melainkan hanya Krama Ngarep ,Pemaksan, Pauman ,dan Seka Truna saja.
Apa yang dimaksud Krama Ngarep ,disini dijelaskan bahwa Krama Ngarep adalah orang-orang yang berasal dari keturunan dari leluhur yang dahulunya merupakan orang-orang yang pertama menduduki desa tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Krama Ngarep ini merupakan orang-orang yang mendapat bagian tanah dari desa yang dalam ketentuan adatnya wajib bagi orang tersebut untuk ngayah ,mewakili anggota keluarga yang memiliki bagian tanah desa tersebut. Selanjutnya yang disebut Pemaksan disini adalah anggota masyarakat yang dahulunya ditunjuk untuk mewakili desa untuk ngayah atau mengerjakan sesuatu ,oleh raja pada masa kerajaan dahulu. Sering sekali hal ini disamakan dengan Krama desa ,namun disini berbeda. Akan tetapi sebagian besar anggota Pemaksan tersebut merupakan anggota dari para Krama desa namun tidak seluruhnya. Sekaa truna adalah anggota pemuda dari golongan laki-laki yang berasal dari keluarga masyarakat penduduk asli desa tersebut. Bagi para Krama, disini wajib memiliki seorang truna atau pemuda yang nantinya akan meneruskan kewajiban dari leluhurnya
.
Kembali pada tari Mabuang , yang selanjutnya cara menarinya yang sangat berbeda dengan tari lainnya yaitu, dengan cara berbaris dan berjalan melingkar ke kiri di natah/natar Bale Agung. Dengan urutan mulai dari penglingsir atau Tetua desa, diikuti Krama, Pemaksan, dan yang terakhir Sekaa Truna. Jika dilihat secara secara sepintas memang agak aneh ,seperti anak-anak bermain ular naga panjang. Akan tetapi jika dilihat dari atas atau digambarkan dalam garis hal ini sangat luar biasa dan mengandung makna filosofis yang tinggi yaitu terlihat seperti Pusaran Air /Pusaran Angin. Jika digambarkan akan terlihat seperti Ular melingkar atau jika dihubungkan dengan kepercayaan lain, terlihat seperti symbol Kundalini ,yaitu Cakra dasar dari manusia yang memberikan energy kehidupan. 
  
Prosesi gerakan tari ini pun juga berbeda yaitu dengan berjalan sambil menaikkan tangan dan kaki secara bergantian antara kanan dan kiri atau dalam istilah Bali disebut nengkleng. Misalnya, pertama tangan kanan dan kaki kanan ,maka selanjutnya adalah tangan kri dan kaki kiri. Saat mengangkat tangan ni, posisi tangan juga diputar perlahan kearah kiri, begitu pula pada tangan yang satunya yang dibawah.
Tarian ini dalam versi lain juga pernah disebutkan dalam penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh orang-orang luar maupun dalam negeri, yaitu ada di Desa Tenganan. Akan tetapi persepsi tersebut sedikit keliru. Memang tari ini juga ditarikan di Desa Tenganan akan tetapi penarinya adalah dari Desa Ngis. Proses pelaksanaannya yaitu saat Ngusaba Sambah atau saat akan dilakukan upacara Mageret Pandan. Yaitu pada dini hari/tengah malam sebelum prosesi mebat atau menggarap olahan daging kerbau sebagai sajian upacara dilakukan.
Disini akan ada dua utusan dari desa Ngis yang disebut saya atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan seperti piket. Dari dua orang ini ,salah satunya akan menarikan tari Mabuang di natar Bale Agung disana, dan yang satunya lagi Mamusti/Meditasi/Berdoa di Bale Agung.
Konon dikatakan oleh tetua-tetua dahulu, jika tidak ada utusan dari Ngis, maka upacara tersebut tidak akan berlangsung lancar, atau dengan kata lain belum dianggap selesai. Dikatakan seperti itulah perjanjiannya ,sehingga ada kaitan yang erat antara desa Tenganan dengan desa Ngis, akan tetapi hal tersebut sering dilupakan baik dari kedua pihak maupun salah satunya. Dijelaskan pula bahwa Kerbau di desa tenganan dahulunya adalah milik Leluhur Ngis, akan tetapi suatu saat pernah di Gadai ke desa Tenganan, sehingga sekarang Banten/saji upacara untuk menangkap kerbau tersebut dibuat di desa Ngis.
Tarian Mabuang ini mengandung makna filosofis yang begitu dalam dan berkaitan erat dengan berbagai kepercayaan tua diseluruh Indonesia. Makna tersebut antara lain :
a.       Penari laki-laki merupakan symbol dari kekuatan purusha atau energy alam yang selalu bergerak menuju pusat. Hal ini bermakna bahwa segala yang terlahir kedunia memiliki kekuatan untuk hidup dan menentukan kehidupannya.
b.      Penari yang berbaris merupakan symbol dari keterikatan antara satu dengan yang lainya dan selalu sama tidak ada perbedaan ,karena semua yang terlahir adalah sama dan selalu berurutan.
c.       Proses menari yang berjalan melingkar menuju arah kiri ,ini menunjukkan bahwa perputaran energy kehidupan akan selalu menuju ke pusat bumi. Seperti halnya putaran air, jika semakin surut ia akan berputar ke kiri ,bisa dibuktkan dengan cara melubangi ember pada bagian bawah, dan diisi air, semakin habis maka airnya akan berputar kearah kiri. Hal ini juga berkaitan dengan symbol pembukaan, yaitu membuka energy kehidupan yang baru, seperti halnya manusia ,yang tua akan berganti yang muda dan begitu seterusnya. Sama seperti ketika kita membuka tutup botol atau memutar baut, untuk membuka pasti akan diputar kearah kiri.
d.      Gerakan tari dengan mengangkat tangan dan kaki secara bergantian kanan dan kiri, merupan symbol daripada Rwa Bhineda , dua hal yang selalu ada dalam kehidupan ini, yang saling berbeda namun saling berkaitan, mereka dua namun satu, mereka terpisah akan tetapi juga menyatu, berbeda namun saling melengkapi, dan masih banyak lagi yang memang membingungkan untuk mengertikan dua hal ini akan tetapi mengandung makna yang sangat dalam dan luar biasa.
Demikian sekilas info tentang salah satu tari unik dari Desa Ngis, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. berikut gambar-gambar para penari Abuang ini

 Pemaksan

Krama
Truna